Di zaman seperti sekarang, banyak kantor atau perusahaan yang memilih untuk tidak lagi menerapkan peraturan yang terlalu kaku terhadap karyawannya, terutama pada perusahaan-perusahaan start-up yang rata-rata karyawannya kaum milenial yang sebagian besar tidak suka jika terlalu kaku dalam berpakaian ke kantor, mereka lebih memilih gaya yang smart dan casual, sehingga tidak menghambat aktifitas mereka dalam bekerja.
Dalam arti, style baju seperti ini mengedepankan kenyamanan dan ekspresi. Fenomena yang disebut “red sneakers effect” dicetuskan peneliti di Harvard Business School. Melalui riset yang dimuat di The Journal of Consumer Research, fenomena ini mempengaruhi perspektif bekerja terhadap pakaian orang lain.

Didukung oleh artikel “Dress Codes: Suitable Disruption” yang dimuat di The Economist, memaparkan bahwa saat pekerja menelanjangi tampilan artifisalnya, mereka bisa jujur kepada pekerjaannya. Bisa disimpulkan, makin kasual gaya pakaian, menjadi tanda komitmen untuk bekerja lebih baik. Karena poin pentingnya adalah kenyamanan dan etos kerja.
Berpakaian kasual bisa dianggap sebagai kemerdekaan pekerja dalam berpakaian. Hal ini juga berhubungan dengan mencapai kebebasan berekspresi di tempat kerja.
Menurut kaum milenial, mereka bisa lebih maksimal bekerja karena “sepantaran”. “Sepantaran” dilihat dari aspek pekerja yang berumur sebaya atau masih dianggap muda, cara berpakaian, cara berinteraksi, dan kesempatan mengajukan ide. Sehingga kaum milenial merasa “bahagia” saat mengerjakan dan mengembangkan proyek, asal panduan kerja jelas dan detail.
Tapi perlu diingat, meskipun begitu, kerapihan tetap jadi faktor utama jika ingin pergi ke kantor karena hal tersebut berkaitan langsung dengan citra perusahaan.